Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

untuk apa pemerintah?

SDN Sukaraja Medan Diruilslag
               ORANG TUA MURID DEMO TOLAK PINDAH

Medan, Kompas
    Aksi unjuk rasa 50 orangtua murid Sekolah Dasar Negeri Kelurahan
Sukaraja, Medan Maimoon, di Kantor Wali Kota Medan, Kamis (26/6),
berakhir rusuh. Dalam aksi dorong antara pengunjuk rasa dan aparat
TNI/Polri yang berjagaûjaga, kaca pintu utama kantor wali kota
pecah, dan pecahan kacanya mengenai dua ibu yang berunjuk rasa,
Maminia (45) dan Juwita (42).
    Aparat keamanan yang semula berusaha menahan mereka agar tidak
memasuki kantor wali kota, akhirnya mengalah dan mundur. Saat itulah,
karena terlalu didorong dari belakang, Maminia terjatuh sambil
menekan pintu kaca yang telah terbuka itu.
    Akibatnya, pintu kaca pecah terbagi dua. Maminia jatuh tergeletak
dan Juwita terjatuh di sampingnya. Melihat kedua ibu itu terjatuh dan
terluka, dua polisi segera menahan bekas pecahan kaca, yang berada
tepat di samping Maminia.
    Maminia terkena pecahan kaca di lengan kanannya, sedangkan Juwita
terluka di tangan kirinya. Maminia dan Juwita berdiri paling depan
saat baku dorong terjadi.
    Para pengunjuk rasa yang melihat Maminia dan Juwita terjatuh,
menjerit dan berusaha mendekat.
    Namun, polisi menahan mereka agar tidak mendekat sementara kedua
ibu itu dievakuasi ke dalam. Maminia dan Juwita dibawa ke ruang
tunggu kantor dan diberi minuman.
    "Kami kan minta masuk baik-baik untuk bertemu wali kota. Kenapa
harus dihalangi? Kami hanya ingin meminta wali kota membatalkan
pemindahan sekolah anak kami ke lokasi yang jauh," ungkap Hasna
Tanjung, warga Jalan Mahkamah, Sukaraja di kantor wali kota.
    Setelah bentrokan itu, aparat keamanan hanya memperhatikan dari
kejauhan kerumunan pengunjuk rasa di teras kantor. Para pengunjuk
rasa akhirnya dipulangkan dengan menggunakan truk Poltabes Medan pada
pukul 15.30 WIB.

Tidak ditanggapi
    Aksi orangtua murid yang menolak SDN Sukaraja dipindah ke lokasi
lain telah berlangsung sejak Selasa (25/6). Karena merasa tidak
ditanggapi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Medan, para orangtua murid
mendatangi Kantor Wali Kota Medan.
    Aksi unjuk rasa yang digelar para orangtua murid SDN Sukaraja
kemarin sempat menutup ruas Jalan Brigjen Katamso di depan kompleks
SDN Sukaraja. Mereka mulai aksinya sekitar pukul 10.00 WIB, seusai
menjemput anak mereka dari sekolah.
    Salah satu orangtua murid, Nurazmi, mengemukakan, seharusnya
Pemkot Medan tidak memindahkan sekolah di Kelurahan Sukaraja ke
lokasi lain yang lebih jauh.
    Pemkot Medan telah membangun enam lokasi gedung sekolah di tiga
tempat terpisah untuk menampung sedikitnya 1.200 murid dari enam SD
yang berada dalam satu areal, yaitu, SDN 9, 14, 40, 43, 92, dan 93.
    Dua sekolah berlokasi di Kelurahan Sungai Mati, dua sekolah lain
berada di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimoon, sedangkan
dua sekolah lain berada di Kecamatan Medan Helvetia, yang berjarak
sekitar 10 kilometer.

Banjir
    Gedung untuk dua sekolah yang berada di Kelurahan Sungai Mati
merupakan lokasi baru yang terdekat dari lokasi lama. Jaraknya hanya
sekitar tiga kilometer dan masih berada di Jalan Brigjen Katamso.
    "Kami mengkhawatirkan keselamatan anakûanak kami karena sekolah
yang baru di dekat sungai. Belum lagi, daerah tersebut sering terkena
banjir. Bagaimana anak kami bersekolah jika setiap saat daerah itu
terjadi banjir," tutur Hasna.
    Kompleks SD baru itu berjarak sekitar 400 meter dari jalan raya
dan berjarak sekitar 50 meter dari Sungai Deli, hanya dipisahkan oleh
kebun pisang milik warga.
    Sekretaris Kota Medan, Ramli menyatakan, Pemkot Medan tetap akan
memindahkan enam SD ke lokasi yang baru. Rencana tukar guling
(ruilslag) tetap akan berjalan, karena itu sudah merupakan kebijakan
Wali Kota Medan yang lama Bachtiar Djafar.
    "Kami sudah melakukan pendataan semua alamat murid. Nantinya,
kami akan carikan sekolah yang terdekat dari situ," kata Ramli kepada
wartawan di kantor wali kota.
    Menurut Ramli, Wali Kota Medan telah memprogramkan bantuan BP3
(Badan Penunjang Pembangunan Pendidikan) secara terarah, baik dalam
bentuk buku pelajaran atau bantuan lain yang dibutuhkan para murid
sekolah. Pemkot Medan telah berkoordinasi dengan aparat keamanan
untuk mencegah terjadi pemblokiran jalan oleh aksi pengunjuk rasa.
(b03)

Foto: 1
Hamzirwan

TOLAK PEMINDAHAN-Sedikitnya 50 orangtua murid berunjuk rasa ke Kantor
Wali Kota Medan, Kamis (26/6). Mereka menolak pemindahan enam SD di
Kelurahan Sukaraja ke lokasi lain karena letaknya jauh dari domisili
mereka. Aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh itu mengakibatkan dua
orang ibu terluka akibat terkena pecahan kaca.

KOMPAS – Jumat, 27 Jun 2003 Halaman: 29 Penulis: b03 Ukuran: 4772 Foto: 1

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

KETIKA BAN PANSER BOCOR DI WILAYAH KONFLIK

KETIKA BAN PANSER BOCOR DI WILAYAH KONFLIK

    BERBEDA sekali suasana dan perasaan ketika menumpang kendaraan
umum dengan naik kendaraan militer sejenis panser. Walaupun ada rasa
waswas, tetapi perjalanan dengan kendaraan umum dari Medan ke Lhok
Seumawe, tanggal 20 Mei lalu, aman-aman saja. Padahal, sempat juga
melewati sejumlah basis Gerakan Aceh Merdeka, seperti di daerah
Peureulak.
    Namun, ketika sejumlah wartawan menumpang dua panser Komando
Operasi Tentara Nasional Indonesia, hari Jumat (30/5) lalu, melalui
jalur Medan-Lhok Seumawe itu, akhirnya terjadi juga penembakan ke
arah mobil panser yang ditumpangi wartawan.
    Hari itu, Komando Operasi TNI mengundang wartawan untuk
mengunjungi lokasi pengungsian di Desa Pekan Seruway, Kecamatan
Seruway, Kabupaten Aceh Tamiang, yang berdekatan dengan Sumatera
Utara. Lokasi pengungsian itu dihuni 420 keluarga yang terdiri atas
1.726 jiwa. Mereka berasal dari lima desa: Pusong Kapal, Kampung
Baru, Paya Udang, Sungai Kuruk II, dan Gelung.
                                ***

    PERJALANAN ke arah Seruway dari Lhok Seumawe, yang memakan waktu
sekitar tiga jam, sejak pagi itu tidak ada masalah. Dengan kecepatan
70û80 kilometer per jam, sejauh itu kedua panser aman-aman saja,
kecuali rasa panas seperti di dalam oven karena berada di ruangan
baja tanpa pendingin.
    Para prajurit yang mengawal selalu mengingatkan bahwa panser
merek Renault buatan Perancis itu tahan peluru. Itu ditekankan karena
selama ini wartawan mengeluhkan keamanan jika keluar Lhok Seumawe
menggunakan truk tembus peluru yang biasa disebut "truk kaleng".
    Selain dilengkapi pengawalan dengan sejumlah prajurit bersenjata
SS1, setiap panser dilengkapi sebuah senapan mesin berat (SMB) dengan
kaliber peluru 12,7 dan satu lagi SMB cadangan beserta ratusan
amunisi. Dua mobil sewaan wartawan juga mengikuti konvoi.
    Ketika kembali dari Desa Pekan Seruway, jam sudah menunjuk pukul
15.10. Kalau perjalanan lancar, diperkirakan tiba di Lhok Seumawe
pukul 18.10. Dua mobil sewaan wartawan sudah terlebih dulu pergi
untuk mengejar waktu agar tak terlalu malam sampai di Lhok Seumawe.
    Setelah dua jam melaju, kedua panser berhenti di sebuah pos TNI
untuk mendinginkan mesin dan ban. Maklum, meskipun panser tersebut
masih tergolong baru, buatan tahun 1997, ban-ban panser itu tampak
sudah "halus". Para wartawan menyempatkan diri berpose untuk difoto
saat memegang SS1, atau mengalungi amunisi dengan latar belakang
panser.
    Setelah istirahat sebentar dan siap-siap berangkat, tiba-tiba
seorang prajurit yang mengoperasikan SMB mengingatkan, "Hati-hati. Di
depan serombongan pasukan Brigade Mobil dihadang GAM dan terlibat
kontak tembak." Para prajurit di panser langsung mengokang senapan
dalam posisi siap tembak. Enam jendela panser yang berukuran 20 x 20
sentimeter segera ditutup rapat-rapat.
    Suasana di dalam panser mendadak senyap. Tak ada lagi canda tawa
antara wartawan dan prajurit TNI seperti sebelumnya. Tak lama
kemudian, ketika melintasi Desa Idi Cut, Kecamatan Peureulak,
terdengar tembakan dari arah kanan. Asalnya dari balik pepohonan,
sekitar 100 meter dari jalan raya.
    Setelah "disiram" dengan SMB, tidak lagi terdengar suara tembakan
dari balik pepohonan. Para penumpang panser itu masih terus
bercanda: "Kok, tembakannya hanya segitu." Para penumpang segera
menganalisis apakah tembakan itu hanya tembakan dari seorang atau
hanya tembakan pancingan dengan kekuatan besar. Namun, seorang
wartawati segera menukas, "Tolong dong, jangan menyebar ketakutan."
Wajahnya tampak tegang, karena sejak bertugas di Aceh, ini kejadian
penembakan pertama kali yang ia langsung dirasakan.
    Tidak lama kemudian, di depan ternyata ada mobil Chevrolet
melintang di tengah jalan. Mobil yang bermuatan kelapa sawit itu
tengah terbakar hebat dengan asap hitam yang mengepul tebal. Padahal,
ketika dua mobil sewaan wartawan melintas sekitar pukul 16.45,
kejadian pembakaran mobil itu belum ada.
    Untungnya, kedua panser masih bisa melalui sisi kanan di
rerumputan di tepi jalan. Namun, saking kencangnya melaju, seekor
sapi tertabrak. Tak lama kemudian, panser pertama tiba-tiba pecah ban
kanan depan di Desa Lhok Bintanghu, Lhok Shukon, yang banyak
ditumbuhi pohon rimbun, nipah, dan terlihat beberapa rumah. "Saya
pikir kita kena granat. Ternyata pecah ban. Suaranya keras banget,"
kata seorang penumpang panser pertama itu.
    Ketika konvoi panser itu berhenti untuk mengecek ban yang yang
kawat-kawatnya sudah mencuat, tiba-tiba warga setempat mengerubungi
kedua panser. Suasana desa sudah mulai redup karena jam sudah
menunjuk pukul 18.45. Demi keamanan sekaligus mencari pos TNI
terdekat, akhirnya diputuskan untuk tetap berjalan. Setelah berjalan
pelan-pelan dengan ban mati sekitar tiga kilometer, akhirnya ditemui
pos TNI Kompi E Marinir Cilandak di Desa Alue Bukit yang dipimpin
Kapten (Mar) Benny Sarana. Setelah di sana, baru semua merasa lega.
    Meskipun lumayan lama menunggu ban serep yang mesti diambil di
Lhok Seumawe, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari pos marinir
tersebut, akhirnya pukul 22.00 rombongan kembali ke Lhok Seumawe
dengan aman. Sampai di Lhok Seumawe pukul 23.00. (BUR/SMN/B03)

KOMPAS – Senin, 02 Jun 2003 Halaman: 7 Penulis: bur; smn; b03 Ukuran: 5333

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

ISI ULANG PONSEL PUN HARUS KE KANTOR POLISI

             ISI ULANG PONSEL PUN HARUS KE KANTOR POLISI

    ANDA boleh saja geleng-geleng kepala, tapi ini adalah fakta.
Sejak hari Minggu (25/5) lalu, penjualan pulsa isi ulang kartu
telepon seluler (ponsel) di Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam, kini
dipusatkan di Markas Polres Persiapan Bireuen. Sejak itu pula, tak
ada lagi toko ataupun gerai ponsel di wilayah ini yang menyediakan
kartu isi ulang secara bebas.
    Keadaan itu sempat membingungkan warga, karena banyak yang enggan
berurusan ke kantor polisi. Bahkan, sebagian warga masih berusaha
mencari pulsa isi ulang ke semua toko ponsel yang ada di Kota
Bireuen. Sampai akhirnya mereka menyerah setelah mendapat penjelasan
dari para pemilik toko tentang kebijakan terbaru aparat keamanan
setempat itu.
    Kepala Polres Persiapan Bireuen Komisaris Laksa Widiyana
menyatakan, pemusatan penjualan pulsa isi ulang itu tak lain adalah
untuk membatasi jalur komunikasi Gerakan Aceh Merdeka dengan
intelijennya di lapangan.
    "Selama ini, mereka (GAM), bebas berkomunikasi dengan menggunakan
fasilitas telepon seluler," kata Laksa.
    Pada dasarnya masyarakat tetap bisa memperoleh pulsa isi ulang
tersebut di kantor polisi. Karena, kata Laksa menambahkan, tindakan
pemusatan penjualan pulsa isi ulang di kantor polisi bukan bertujuan
untuk menyulitkan masyarakat. Kebijakan itu ditempuh lebih
dimaksudkan untuk mendukung operasi terpadu yang sedang dilaksanakan
di Provinsi NAD.
    Pemusatan penjualan isi ulang pulsa ini tak urung membuat
sebagian warga merasa enggan dan takut harus membelinya di kantor
polisi. "Rasanya lucu. Masak, mau isi pulsa aja harus ke kantor
polisi. Tapi mau gimana lagi, namanya peraturan," kata Dian sambil
tersenyum.
    Meskipun penjualan pulsa isi ulang dipusatkan di kantor polisi,
namun harganya tetap sebagaimana harga di pasaran. Meski dijualkan
oleh palisi, semua keuntungan dari penjualan pulsa isi ulang tersebut
juga tetap menjadi hak pemilik toko/gerai ponsel.
                                ***    

    BERBEDA dengan di Lhok Seumawe. Sejumlah toko ponsel mengaku
masih belum menyerahkan penjualan pulsa isi ulang ke polisi. Penjual
pulsa kartu isi ulang di kawasan Jalan Merdeka tampak masih seperti
biasanya. Namun, ada juga di antara pemilik toko yang mengakui
kehabisan persediaan kartu perdana prabayar dan pulsa isi ulang
tersebut akibat minimnya pasokan dari Medan.
    "Sampai sekarang kami masih menjual voucher isi ulang. Mungkin
kalau di Lhok Seumawe sudah terjadi kontak senjata seperti di
Bireuen, bisa jadi voucher pulsa isi ulang di sini juga ditarik
penjualannya oleh polisi," ungkap seorang pramuniaga di TMT Phonsel.
    Dalam kaitan ini, Kepala Polres Aceh Utara Ajun Komisaris Besar
Eko Daniyanto mengatakan akan membuat terobosan guna memutus jalur
komunikasi GAM. Caranya? Mendata semua warung telekomunikasi yang
melayani panggilan ponsel dan semua toko yang menjual pulsa isi ulang.
    "Dari situ, kita akan mengetahui siapa saja yang berhubungan
menggunakan fasilitas ponsel," kata Eko.
    Untuk itu, Eko berencana berkoordinasi dengan Komandan Kodim 0103
Aceh Utara guna memusatkan penjualan pulsa isi ulang di Markas Kodim
0103 Aceh Utara. "Tetapi, itu baru akan dilaksanakan setelah mendapat
perintah dari Komandan Korem 011/Lilawangsa," ujarnya.
    Rencana ini mendapat dukungan dari Komandan Korem 011/Lilawangsa,
Kolonel (Inf) AY Nasution. Katanya, setiap aparat pemerintah memang
harus mengeluarkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan darurat
militer. Dalam kaitan ini, Korem Lilawangsa mendukung kepolisian yang
mengeluarkan kebijakan pemusatan penjualan pulsa isi ulang di kantor
polisi.
    "Bahkan, jika diperlukan, sekalian kita tutup secara total jalur
komunikasi ponsel di sini agar mereka (baca: GAM) sama sekali tidak
bisa berkomunikasi. Kita bisa melakukan karena ini darurat militer.
Penguasa darurat militer berhak melakukan jika dirasa perlu. Apalagi
kekuasaan darurat militer yang besar itu baru sedikit sekali yang
digunakan militer," papar AY Nasution.
    Nah, siapa mau isi pulsa ulang kartu ponsel? Ke kantor polisi
saja.... (B03/BUR/SMN)

KOMPAS – Kamis, 29 May 2003 Halaman: 8 Penulis: b03; bur; smn Ukuran: 4212

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

korban konflik

             PENGUNGSI ACEH MELONJAK HINGGA 23.397 ORANG
                       Penyelamatan Aceh 

Banda Aceh, Kompas
    Meningkatnya intensitas kontak senjata antara pasukan TNI dan
Gerakan Aceh Merdeka, hancurnya ribuan rumah, serta pembakaran
sekolah dan bangunan publik yang terus berlangsung mengakibatkan
gelombang pengungsi di Nanggroe Aceh Darussalam makin besar. Di hari
kesembilan sejak berlakunya operasi pemulihan keamanan, jumlah
pengungsi sudah mencapai 23.397 orang.
    Dari jumlah itu, 2.119 orang di antaranya mengungsi secara
serempak sepanjang hari Selasa (27/5). Mereka berasal dari berbagai
wilayah di Kabupaten Aceh Besar.
    Demikian data yang dikemukakan Kepala Subdinas Bantuan Sosial,
Dinas Sosial Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Ishak Hasyimi dan Kepala
Dinas Informasi dan Komunikasi Provinsi NAD Nasir Ali di Banda Aceh
kemarin.
    Dari seluruh jumlah pengungsi, menurut Nasir, yang terbanyak
berasal dari Kabupaten Aceh Selatan, yakni 8.457 orang. Disusul dari
Aceh Barat 5.030 orang, Aceh Timur 2.310 orang, dan Aceh Jaya 1.673
orang.
    Dari seluruh jumlah total pengungsi, kelompok rentan seperti
bayi, balita, ibu hamil, serta orang lanjut usia mencapai 24 persen.
Sebagian sudah mengungsi sejak sebelum TNI menggelar operasi
pemulihan keamanan.
    Namun, pengungsian besar-besaran dari berbagai kawasan di Aceh
Besar kemarin diduga berkaitan dengan peningkatan aktivitas operasi
pemulihan keamanan di kawasan tersebut.
    Komandan Komando Resor Militer 012 Teuku Umar Kolonel Geerhan
Lantara mengakui, pihaknya memang sedang melakukan penyisiran
terhadap anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di kawasan Seulimeum,
Sibreh, dan beberapa lokasi di Aceh Besar.
    "Tapi saya tidak tahu apakah pengungsi sebesar itu terjadi akibat
operasi TNI. Sebab, sejak kemarin kami bahkan belum melepas satu pun
peluru di sini. Kami belum terlibat kontak senjata di daerah basis
GAM itu," ujar Geerhan.
    Kemarin, arus pengungsian juga terlihat di Lhok Seumawe. Sekitar
200 warga Desa Bantayan, Cot Lebing, Meunasah Tengoh dan Meunasah
Reudep, Kecamatan Pandrah, Bireuen, mengungsi. Mereka ditampung di
madrasah dan pesantren setempat. "Kami menghindari baku tembak TNI
dengan GAM di perkampungan. Kami khawatir terkena peluru nyasar,"
ujar Zainuddin, warga Bantayan.
    Warga umumnya memilih mengungsi ke lokasi-lokasi yang tidak
terlalu jauh dari kediaman mereka sehingga jika keadaan sudah aman
mereka bisa segera kembali pulang.

Terus merusak
    Peningkatan operasi pemulihan keamanan dari TNI untuk menekan GAM
di berbagai kawasan Aceh terus terjadi. Di sisi lain, sampai kemarin
gedung-gedung sekolah yang dibakar terus bertambah menjadi 393
sekolah. Dengan jumlah itu, maka setiap hari rata-rata 40 bangunan
sekolah dibakar di seluruh Aceh.
    Yang paling banyak dibakar adalah gedung sekolah dasar, yaitu 274
bangunan, diikuti madrasah ibtidaiyah sebanyak 47 bangunan, SLTP 40
bangunan, dan SMU 10 bangunan.
    Beberapa bangunan lain, seperti kantor PLN, gardu dan tiang
listrik, atau bahkan fasilitas kesehatan, kini juga menjadi sasaran
pembakaran. Sedikitnya satu puskesmas dan lima puskesmas pembantu
serta 22 poliklinik desa dirusak dan dibakar. Obat-obatan dan
peralatan kesehatan dirampas.
    "Yang terbanyak di Bireuen, yaitu 18 poliklinik, sedangkan di
Pidie empat poliklinik. Satu unit puskesmas keliling di Bandar Dua
Pidie juga diberondong peluru," ujar Nasir Ali.

Hasil operasi
    Menurut Geerham, TNI juga telah menangkap empat orang yang diduga
berkaitan dengan GAM. "Satu orang karena membawa ganja dan membawa
pistol mainan. Satu orang ditangkap karena di rumahnya terdapat
dokumen GAM. Satu lainnya menyimpan syair-syair lagu GAM, dan seorang
lagi menyimpan kendaraan anggota GAM di rumahnya," katanya.
    Pulau Nasi, kemarin, sudah dikuasai secara penuh oleh pasukan
TNI. Pulau yang diyakini tempat pelatihan GAM itu dinyatakan aman.
    Wakil Komandan Satuan Tugas Penerangan Komando Operasi TNI Letkol
Firdaus Komarno secara terpisah mengungkapkan, sampai Selasa pukul
12.00 TNI melakukan serangan sedikitnya di tiga lokasi. Enam orang
GAM mati tertembak dan seorang ditawan.
    Namun, sebaliknya, kata Firdaus, GAM menyandera 14 nelayan asal
Pangkalan Berandan, Langkat, Sumatera Utara. Semula yang disandera 21
orang, namun kemudian tujuh lainnya dilepas untuk mencari tebusan Rp
1 juta per kepala.
    Di Banda Aceh, dua pegawai Bank Rakyat Indonesia, Reflizal dan
Azwari, diculik oleh orang tidak dikenal ketika pulang dari kantornya
Senin petang. Azwari lalu dilepas pada tengah malam, sedangkan
Reflizal belum kembali. Namun, Firdaus belum memastikan penculikan
itu dilakukan GAM karena ada indikasi kriminalitas biasa.
    Sementara itu, Panglima Komando Operasi (Koops) TNI Brigjen
Bambang Dharmono di Lhok Seumawe mengungkapkan, Panglima Sagoe
Wilayah Panggoi, Lhok Seumawe, bernama Mustofa Ibrahim, kemarin
ditangkap di Medan.
    Saat ini, dia ditangani Kepolisian Kota Besar Medan. Juru Bicara
Koops TNI Letkol Ahmad Yani Basuki menambahkan, Mustofa sudah diincar
aparat dan setelah diketahui posisinya berada di Medan melalui
operasi intelijen. Koops TNI memberi tahu ke pihak Kepolisian Kota
Besar (Poltabes) Medan untuk menangkapnya.
    Mustafa alias Ibrahim (26) ditangkap Tim Satuan Reserse Poltabes
Medan di kediamannya, di Jalan Wolter Monginsidi, Medan, sekitar
pukul 02.30 bersama istrinya Nurlina (26). Selang dua jam kemudian
dua anak buahnya, yaitu Iswandi (24) dan Nurdin (32), diciduk dari
tempat tinggal mereka di daerah Ayahanda, Medan. Iswandi adalah
sekretaris Mustafa sedangkan Nurdin adalah prajurit angkatan perang
GAM.
    Mustafa mengaku sudah 1,5 tahun menjabat sebagai Panglima Sagoe
Cot Kepulo yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar Kota
Lhok Seumawe. Menurut Mustafa, secara struktural, kelompoknya berada
di bawah komando langsung Panglima Wilayah Samudera Pase Tengku
Sofyan Dawood yang dikenal pula sebagai juru bicara militer GAM.
    Menurut Mustafa, kekuatan pasukannya terdiri atas 120 personel.
Kekuatan persenjataan mereka, 25 pucuk AK47, 10 pucuk M16, empat
pucuk Baretta, dan satu pistol jenis FN.
    Kepala Polres Medan Ajun Komisaris Besar Bagus Kurniawan
mengatakan, dalam waktu dekat mereka akan diserahkan kepada Polda NAD.
    Dari Jakarta, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris
Jenderal Erwin Mappaseng, kemarin siang, mengatakan, selain ketiga
orang itu, ada dua anggota GAM yang ditangkap di Jakarta, yaitu
Irwandi Yusuf alias Isnandar Al Faseh dan Nurdi Apadin. Keduanya
ditangkap di Jakarta tanggal 23 Mei. "Irwandi adalah dosen di
Universitas Syah Kuala. Di organisasi GAM dialah yang mengolah
penerbitan propaganda GAM," katanya.
    Kelima orang itu, lanjutnya, belum terbukti terkait langsung
dengan kasus peledakan bom di Bandar Udara Soekarno-Hatta beberapa
waktu lalu. Namun, sudah ada pengakuan dari mereka bahwa salah
seorang yang meledakkan bom di bandara itu adalah Cut Agam.
    (B03/SMN/BUR/NJ/RTS/DOT/SAH)

Image: Peta
       Hari Kesembilan Operasi Pemulihan Keamanan

KOMPAS – Rabu, 28 May 2003 Halaman: 1 Penulis: b03; smn; bur; nj; rts; dot; sah Ukuran: 7246

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

Mereka yang menderita

KAMI TAK SEKOLAH LAGI

    ABDULLAH bersandar di pagar halaman. Tangan kecilnya memainkan
engsel pintu gerbang. Matanya menatap ke arah gedung sekolah tempat
ia dan teman- temannya belajar.
    Tak seperti biasa, halaman seluas hampir 400 meter persegi itu
sepi dari canda, tawa, dan teriakan anak-anak. Sekolah yang biasa
ramai dan cerah oleh wajah anak-anak siang itu kehilangan keceriaan.
    Tak ada anak-anak usia sekolah dasar yang berlari dan berkejar-
kejaran. Tak ada gadis-gadis kecil yang bermain tali di halaman yang
teduh itu. Tak ada suara guru mengajar di kelas. Tak ada tangan kecil
menulis kalimat-kalimat yang didiktekan para guru. Tak ada pula suara
anak-anak menjumlah hitungan matematika, apalagi suara gaduh dan
ribut anak-anak nakal di kelas.
    Yang ada hanya suara angin yang menerbangkan abu sisa atap dan
daun pintu kelas yang habis terbakar. Yang ada suara langkah kaki
anak-anak di atas atap seng sekolah yang telah luruh dan hangus. Yang
ada adalah tangan-tangan kecil yang tengah mengais sisa-sisa buku
yang terbakar. Yang ada hanya pemandangan menyedihkan dari sisa
sebuah sekolah yang hangus terbakar.
    "Ini dia Pulau Sumatera," papar Andi sambil menunjuk peta
kepulauan Indonesia yang separuhnya terbakar.
    Bersama dengan teman-temannya, ia kemudian melihat-lihat kelas
mereka yang tinggal puing-puing. Tembok yang semula berwarna putih
kini berwarna coklat kehitaman.
    "Tadi malam sekolah ini terbakar. Tak tahu kenapa sekolah kami
terbakar," kata Andi, siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri (SDN) Blang
Bladeh, Jeumpa, Bireuen. Setiap kontak senjata terjadi, sekolah ini
biasanya digunakan penduduk Kecamatan Jeumpa dan Peudada sebagai
tempat pengungsian.
    Ia hanya melihat sekolahnya sejak pukul 19.00 mulai terbakar. Api
melalap habis tiga lokal kelas dan dua bangunan lain yang berada di
sampingnya. Pagi hari ia mendapati kelasnya telah habis terbakar.
    Tak jauh dari tempat Andi, kakak kelasnya, Diana, siswa kelas VI
SD pun menatap ke arah kelasnya yang juga habis terbakar. "Padahal
saya harus ujian minggu depan," kata Diana.
    Ia tak percaya, sekolahnya habis dibakar orang tak dikenal.
Tempat ia dan sekitar 400 teman-temannya menuntut ilmu kini tak lagi
dapat digunakan. Ia menceritakan, seusai magrib, Senin lalu, dirinya
mendengar keributan di depan sekolah. Namun, Diana tak berani keluar
untuk melihat keributan itu. Padahal rumahnya hanya berjarak sekitar
15 meter dari sekolah tersebut. "Saya tak berani keluar, hanya
mengintip dari celah pintu," papar gadis berkulit hitam itu.
    Kemudian dia melihat api tiba-tiba melalap gedung sekolah
tersebut. Namun, dia heran, tak ada seorang pun yang berani keluar
untuk coba memadamkan api tersebut.
    Beruntung, satu jam kemudian para santri yang belajar di
Pesantren Abu Tumin-sekitar 200 meter dari sekolahnya-datang. Mereka
berupaya memadamkan kobaran api sehingga dua kelas masih
terselamatkan.
    Pagi harinya, Diana melihat sekolah-tempatnya merajut cita-cita
sebagai insinyur-tak lagi kokoh mendukung cita-citanya. Para guru
yang ditemuinya pagi itu meminta murid-murid pulang ke rumah.
    "Mungkin saya tak dapat bersekolah lagi," ujar Diana lirih.
    Beberapa waktu lalu Diana juga tidak bisa bersekolah, karena
semua ruang di sekolah itu digunakan warga untuk mengungsi. Kali ini
setelah warga pulang ke desa mereka, Diana, Andi, dan Abdullah tidak
lagi dapat menikmati sekolah itu karena telah ludes terbakar.
    Mereka berharap masih dapat melanjutkan pendidikan meskipun tidak
tahu ke mana harus bersekolah. Kesedihan tak hanya tampak dari raut
wajah mereka. Dengan jujur mereka mengatakan sedih atas peristiwa itu.
    "Kami tak tahu, tapi mereka kejam kepada kami," demikian
pernyataan anak-anak itu.

    SEKOLAH yang terletak di tepi jalan negara yang menghubungkan
Banda Aceh-Medan (Sumatera Utara) itu merupakan satu dari sekitar 180
SD, SMP, dan madrasah yang dibakar orang tak dikenal. Selama tiga
hari sejak diberlakukannya darurat militer di kawasan Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD), sebanyak 248 gedung sekolah dibakar. Akibatnya,
lebih dari 70.000 siswa di kawasan Aceh terpaksa tidak dapat
bersekolah.
    Komando Operasi (Koops) TNI lewat juru bicaranya, Letkol Achmad
Yani Basuki, mengatakan, sejak awal TNI sudah mencermati bahwa
Gerakan Aceh Merdeka akan melakukan gerakan pembumihangusan. "TNI
sudah mengantisipasinya. Ternyata, mereka punya celah di Pidie dan
Bireuen. Karena itu, Koops TNI memberikan perkuatan dari Marinir dan
Brimob untuk mencegah kejadian tersebut meluas ke sekitar Bireuen,"
papar Achmad Yani.
    TNI menuduh GAM berada di balik semua peristiwa pembakaran
tersebut. Hal itu ditegaskan juga oleh Panglima TNI Jenderal
Endriartono Sutarto. Ia mengemukakan, banyak pembakaran sekolah
dilakukan GAM hanya untuk menunjukkan dan membentuk opini masyarakat
bahwa dengan diberlakukannya daerah militer yang dirugikan adalah
masyarakat.
    "Kalau GAM membakar satu, dua, tiga, atau empat rumah yang
mengalami penderitaan hanya satu, dua, tiga, atau empat keluarga.
Tetapi jika sekolah yang dibakar, masyarakat yang dirugikan banyak.
Akibatnya banyak anak-anak tak bersekolah," papar Endriartono.
    Juru bicara militer GAM, Tengku Sofyan Dawood, menolak tuduhan
tersebut. Ia mengatakan, tindakan pembakaran sekolah-sekolah itu
merupakan suatu bentuk yang tak terpisah dari operasi militer yang
dilakukan TNI.
    "Semua itu diatur dan sudah ditentukan. Jika sekarang ini semua
wilayah mulai udara, laut, dan darat dikuasai TNI, tentu tidak
mungkin kami melakukan pembakaran. Pembakaran itu bertujuan agar
masyarakat mengungsi. Padahal masyarakat tidak ikhlas melakukan
pengungsian dari rumahnya, meninggalkan harta benda mereka. Ini
semuanya taktik TNI," kata Sofyan Dawood.

    KONFLIK di Aceh telah merenggut masa depan ribuan anak-anak.
Mereka harus kehilangan salah satu bekal hidup mereka di masa
mendatang.
    Jika anak-anak itu bertanya, siapa yang mesti bertanggung jawab
atas kehancuran dan kehilangan yang mereka alami? Siapa yang hendak
menjawab dan dengan jujur mau mengakui bertanggung jawab atas
peristiwa tersebut? (JOS/B03/BUR/SMN)

"Kalau GAM membakar satu, dua, tiga, atau empat rumah, yang mengalami
penderitaan hanya satu, dua, tiga, atau empat keluarga. Tetapi jika
sekolah yang dibakar, masyarakat yang dirugikan banyak. Akibatnya,
banyak anak-anak tak bersekolah.

KOMPAS – Kamis, 22 May 2003 Halaman: 1 Penulis: jos; b03; bur; smn Ukuran: 6551

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

Siapa memerangi siapa?

183 SEKOLAH DIBAKAR, JAM MALAM DIBERLAKUKAN

Banda Aceh, Kompas
    Suasana Nanggroe Aceh Darussalam yang kondusif di hari pertama 
operasi pemulihan keamanan, Selasa (20/5), berubah total. Di tengah 
operasi TNI mengejar anggota Gerakan Aceh Merdeka, korban sipil terus 
berjatuhan, termasuk tewasnya anggota DPRD Bireuen. Hingga kemarin, 
sedikitnya 183 gedung sekolah dibakar di berbagai wilayah terutama di 
kawasan paling rawan, yaitu Kabupaten Pidie dan Bireuen.
    Di Aceh Besar, dua bangunan milik Masyarakat Perhutani Indonesia 
dan PLN di Desa Ajun Jeumpet yang sering dipakai untuk sarana hajatan 
juga hangus terbakar. Sementara itu, transportasi antarkota, baik di 
Banda Aceh maupun Lhok Seumawe, relatif sepi karena tidak banyak yang 
berani melakukan perjalanan ke luar kota.
    Pihak TNI dan Polri terus melancarkan gempuran ke semua kawasan 
di Aceh yang dicurigai menjadi pusat-pusat konsentrasi Gerakan Aceh 
Merdeka (GAM). Lima anggota GAM tewas dan sembilan lainnya tertangkap 
Selasa sore.
    Gempuran yang dibantu dengan dukungan tank-tank tersebut 
diimbangi dengan perubahan strategi dari pihak GAM. Mereka melakukan 
strategi mobile atau bergerak terus di antara kawasan permukiman dan 
hutan. Tembak-menembak terjadi di hampir semua kawasan rawan.
    Menanggapi situasi yang memburuk di Nanggroe Aceh Darussalam 
(NAD), Penguasa Darurat Militer Mayor Jenderal Endang Suwarya 
menerapkan jam malam secara terbatas. Hal itu dimulai dari dua 
kawasan paling rawan, yaitu Pidie dan Bireuen.
    "Jam malam ini dipertimbangkan untuk mencegah tindakan biadab 
dari GAM yang melakukan pembakaran sekolah-sekolah. Dengan adanya jam 
malam, aparat tidak ragu bertindak. Jam malam akan efektif meredam 
kelakuan tidak berperikemanusiaan GAM," kata Endang kepada wartawan 
Selasa malam.
    Endang yang didampingi Wakil Gubernur NAD Azwar Abubakar 
mengungkapkan, perkembangan beberapa daerah NAD sudah sulit 
diprediksi.
    "Tindakan tidak berperikemanusiaan GAM membuat kami semakin 
positif untuk menumpas GAM. Kami sedang melakukan penggeseran pasukan 
untuk memburu GAM sampai ke kantong-kantong persembunyiannya," kata 
Endang.
    GAM telah melakukan penyisiran dan mengambil KTP warga di 
beberapa tempat. Aksi ini dilakukan untuk mengaburkan pemeriksaan 
TNI/Polri terhadap anggota GAM yang kebanyakan tidak memiliki KTP. 
Bila tidak jeli, aparat bisa menganggap orang tidak ber-KTP sebagai 
GAM.
    "Saya sudah meminta bupati membuat KTP sementara agar aparat 
tidak menuding masyarakat yang tidak punya KTP sebagai GAM. Yang 
penting ada identitas," ujarnya.
    Endang menambahkan, pihaknya juga sedang mencari simpatisan GAM 
yang menginginkan pecahnya Negara Kesatuan RI (NKRI). Endang mengakui 
telah menangkap tokoh lembaga swadaya masyarakat (LSM) Cut Nurasikin.
    "Kami akan selektif dan tidak sembarang menangkapi simpatisan 
GAM. Namun, LSM seperti SIRA dan Semur itu sudah jelas GAM. Kami akan 
lihat, kalau mereka masih melaksanakan aktivitas, maka kami akan 
mengambil sikap," ujar Endang lagi.
    Ia juga memperingatkan beberapa penerbitan pers yang dianggapnya 
membesarkan GAM. Dia meminta ucapan tokoh GAM seperti Sofyan Dawood 
tidak dikutip karena penuh kebohongan.
    "Saya berharap wartawan menulis dalam rangka NKRI. Kalau saya 
terkesan keras, harap dimaklumi. Sebab, daerah ini sedang sakit dan 
saya diberi tanggung jawab membuat daerah ini sehat. Silakan 
mengkritik tindakan negatif aparat TNI atau Polri, saya akan 
berterima kasih sekali. Namun, saya minta jangan besarkan GAM," ujar 
Endang yang berencana menerapkan beberapa aturan bagi pers, termasuk 
identitas khusus buat peliputan operasi.
    Suasana Banda Aceh pukul 22.00 terlihat mencekam. Kendaraan yang 
lalu lalang di pusat kota sangat sedikit dan dapat dihitung dengan 
jari. Meskipun demikian, kegiatan di pusat jajanan malam masih ada 
walau lebih sepi dibanding hari biasa.
    Jalur darat dengan angkutan umum dari Kota Medan ke Kota Lhok 
Seumawe normal, walaupun lebih sepi. Beberapa pasar di perbatasan 
Sumatera Utara dengan Aceh Tamiang juga normal.
    Untuk keamanan, sejumlah truk barang tampak melintas secara 
beriringan. Begitu juga truk-truk pengangkut minyak tanah atau bus.
    
Pembakaran sekolah
    Hingga hari kedua pemberlakuan darurat militer, sedikitnya 183 
gedung sekolah dibakar di NAD. Demikian data di Dinas Pendidikan 
(Diknas) NAD, kemarin.
    Aksi pembakaran yang dilakukan di tengah proses ujian akhir ini 
menyebabkan ribuan siswa harus menunggu penjadwalan ulang ujian, atau 
kegiatan belajar-mengajar dipindahkan ke gedung lain yang 
memungkinkan.
    Walaupun sebagian sekolah dibakar di tengah kerumunan masyarakat, 
tidak seorang pun warga Aceh yang berani menyebut siapa pelaku 
pembakaran sekolah-sekolah itu. Sekolah yang dibakar itu dari tingkat 
sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah umum (SMU).
    Menurut perkiraan Humas Diknas NAD Boestamam Aly, murid yang 
telantar mendekati seratus ribu orang.
    Dari pengecekan Kompas di beberapa lokasi, rata-rata kebakaran 
membuat sekolah lumpuh. Sedangkan sebagian lagi tidak mungkin 
beroperasi optimal. Bangunan SD Negeri No 71 Kelurahan Mibo, 
Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh, misalnya, hanya tinggal kerangka 
saja.
    "Saya sudah tidak tahu mau melakukan apa lagi. Sekolah ini pernah 
dibakar 2 Juli 2002, kini musnah lagi," ujar Fachriati, Kepala 
Sekolah SMU Darul Imarah.
    Wakil Kepala Dinas Pendidikan Anas M Adam mengatakan, pihaknya 
bekerja keras agar proses belajar-mengajar di sekolah bisa 
dilanjutkan. "Diupayakan sesegera mungkin mereka bisa belajar dan 
ujian di lokasi lain," katanya.
    Menurut Boestamam, sekolah yang paling banyak dibakar adalah di 
Kabupaten Bireuen, mencapai 78 gedung. Sementara di Kabupaten Pidie 
74 gedung, Aceh Besar 25, Banda Aceh satu, Aceh Jaya dua, dan 
Kabupaten Aceh Tamiang satu gedung.
    Selain gedung sekolah, pembakaran juga dilakukan terhadap gedung 
Masyarakat Perhutanan Indonesia di Desa Ajun, Jeumpet, Aceh Besar.
    Ari, seorang saksi mata yang merupakan penjaga gedung itu, 
mengungkapkan, pembakaran dilakukan empat lelaki. Mereka memakai 
jaket hitam dan tutup kepala. Dua di antaranya membawa senapan laras 
panjang AK-47. Ari selamat dari amukan api karena berhasil mengendap-
endap dan melarikan diri saat api belum begitu besar.
    Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan Panglima TNI Jenderal 
Endriartono Sutarto memprihatinkan pembakaran sekolah yang mereka 
pastikan dilakukan oleh GAM. Keduanya mengatakan, hancurnya sekolah 
akan memperburuk kondisi pendidikan di Aceh.
    Abdullah Puteh meminta agar sekolah tidak dijadikan sasaran 
karena berakibat buruk bagi generasi muda. "Butuh waktu paling kurang 
enam bulan untuk membangun sekolah baru," katanya.
    "Tidak mungkin pembakaran dilakukan pemerintah, TNI, atau Polri. 
Yang membakar sekolah-sekolah itu sudah pasti GAM. Di sinilah Anda 
bisa menilai betapa GAM tidak peduli pada penderitaan lahir batin, 
buat anak didik, guru, dan orangtua. Ini akan membuat hilangnya satu 
generasi," kata Abdullah Puteh.
    Ketika ditanya, apakah ada kemungkinan anggota TNI terlibat, 
seperti sering kali dituding oleh GAM, Endriartono justru meminta 
wartawan mengecek sendiri ke lapangan. "Silakan lihat saksi-saksi di 
lapangan. Kalau saya jawab nanti orang bilang Panglima TNI mana 
mungkin menuduh anak buahnya yang melakukan itu. Tanya saksi di 
lapangan," katanya.
    Sebaliknya seorang juru bicara GAM, Isnandar Alpase, yang 
menelepon Kompas mengatakan pihaknya tidak terlibat dalam aksi 
pembakaran tersebut. Dia menyebut personel GAM tengah berkonsentrasi 
pada titik-titik serbuan operasi militer yang dilancarkan 
TNI. "Tanyalah masyarakat, siapa yang membakar," paparnya.
    Repotnya, di beberapa sekolah yang dibakar di Aceh Besar, tidak 
ada seorang pun anggota masyarakat yang berani menyebut pelaku 
pembakaran. Mereka hanya mengatakan tidak tahu jika ditanya wartawan.
    Sejauh ini walaupun kasus pembakaran sekolah-sekolah itu bahkan 
diliput oleh beberapa stasiun televisi, polisi belum menemukan 
tersangka pelakunya.
    Abdullah Puteh meminta sesegera mungkin dibangun tenda-tenda 
darurat bagi lancarnya proses belajar. Nantinya lokasi itu akan 
dikawal aparat keamanan.
    Hal senada dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan 
Rakyat Jusuf Kalla di Jakarta. "Untuk menampung puluhan ribu siswa 
yang kehilangan tempat belajar, Pemerintah Provinsi NAD sudah diminta 
mendirikan sekolah darurat," ujarnya di Jakarta, Selasa.
    Setelah berbicara dengan Menteri Pendidikan Nasional Abdul Malik 
Fadjar, Kalla menyatakan, sekolah darurat model school box yang 
dibuat Unicef atau class container bisa diterapkan di NAD. "Sesegera 
mungkin kami akan bahas ini dalam Rapat Koordinasi Bidang 
Kesejahteraan Rakyat minggu ini," katanya.
    Soal biaya pembuatan sekolah darurat, Kalla menyatakan tak perlu 
dikhawatirkan sebab hal itu harus diupayakan.
    Sementara itu, terminal bus antarprovinsi di Banda Aceh hari 
Selasa terlihat sepi. Satu bus yang direncanakan berangkat ke Medan 
tidak ada penumpang.
    Lalu lintas dari Banda Aceh ke Medan hari Selasa terganggu di 
beberapa titik.
    Sementara itu, di antara korban-korban rakyat sipil yang 
berjatuhan, dalam konlfik ini, seorang lagi anggota Dewan Perwakilan 
Rakyat Daerah (DPRD) di NAD ditembak mati. Jamaluddin Hasany (63) 
ditemukan tewas dengan luka tembak di tubuhnya, di sawah Desa Geudong 
Alue, tidak jauh dari Kota Bireuen.
    Bupati Bireuen Mustafa A Glanggang mengatakan, relawan Palang 
Merah Indonesia Bireuen mengevakuasi korban ke Rumah Sakit dr 
Fauziah. "Kami prihatin dan berharap tidak ada lagi kasus serupa di 
masa mendatang," katanya. (BUR/SMN/JOS/B03/tri/NJ/SAH)

Foto: 
Kompas/Danu Kusworo

SELAMATKAN BARANG--Warga berupaya menyelamatkan barang-barang 
miliknya saat sebuah gedung sekolah dasar dan rumah di Geulanggang 
Teungoh, Jeumpa, Bireuen, Selasa (20/5), dibakar orang tak dikenal. 
Memasuki hari kedua operasi pemulihan keamanan di Nanggroe Aceh 
Darussalam, tercatat 183 gedung sekolah dibakar orang tak dikenal. 
Akibatnya, hampir 100.000 siswa telantar proses pendidikannya.

Image: 
Hari Kedua Operasi Pemulihan Keamanan

KOMPAS – Rabu, 21 May 2003 Halaman: 1 Penulis: bur; smn; jos; b03; tri; nj; sah Ukuran: 10389 Foto: 1

					
Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

Perang pun dimulai

           Hari Pertama Operasi Pemulihan Keamanan          
                    TNI SERANG BASIS GAM 

Banda Aceh, Kompas
    Hanya tujuh jam setelah diumumkannya status darurat militer untuk 
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dua batalyon Pasukan Pemukul 
Reaksi Cepat (PPRC) langsung didaratkan lewat udara dan laut sebagai 
pembuka operasi terpadu di Aceh. Sebanyak 468 personel Batalyon 
Infanteri Lintas Udara 502 Kostrad diterjunkan dengan enam pesawat 
Hercules dan mendarat di Pangkalan Udara TNI AU di Aceh. Di tempat 
terpisah, satu Batalyon Tim Pendarat-1 Amfibi Marinir asal Surabaya, 
Jawa Timur, mendarat di Pantai Samalanga, Bireuen.
    Menurut Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin di 
Markas Penguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam 
(NAD), Senin (19/5), penerjunan pasukan yang dilakukan pukul 07.30 
didahului dengan tembakan udara roket FFAR 2,75 inci dan rentetan 
peluru 12,7 milimeter dari dua pesawat jenis OV-10 Bronco ke daerah 
basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Cot Keueung, yang tidak jauh dari 
lokasi pangkalan udara (lanud) tersebut.
    Penerjunan juga dikawal empat pesawat tempur Hawk 200 yang 
diiringi pesawat Fokker sebagai pengendali yang terbang dari Lanud 
TNI Angkatan Udara (AU) Kelapa Sawit di Medan.
    Kepulan api dan asap hitam tampak dari Bandar Udara (Bandara) 
Sultan Iskandar Muda ketika pesawat melontarkan roket dan peluru. 
Beberapa rumah dan bangunan tua yang diduga pernah dipakai sebagai 
markas GAM di Cot Keueung hancur. Tidak ada korban jiwa dalam 
penyerangan atas bangunan yang sudah tidak berpenghuni itu.
    Menurut Sjafrie, pendaratan PPRC kemarin memang tidak ditujukan 
untuk penyerangan fisik secara langsung melainkan melakukan tekanan 
psikologis kepada GAM.
    Artinya, TNI mau menunjukkan kemampuan manuver menembak ke 
sasaran dengan tepat sekaligus menguasai medan di basis-basis 
bersenjata GAM. Ini untuk meyakinkan bahwa TNI dapat bergerak cepat 
untuk menguasai daerah GAM serta melindungi rakyat.
    Sebelumnya, Komandan Pangkalan Udara Iskandar Muda Aceh Letkol 
Nazirsyah mengungkapkan, wilayah lapangan terbang AU dan Bandara 
Sultan Iskandar Muda Aceh memang tergolong rawan. Lokasi itu 
berdekatan dengan basis-basis bersenjata GAM yang tidak dapat 
dianggap enteng.
    Intelijen TNI AU memperoleh informasi bahwa GAM memiliki senjata 
peluncur roket yang mampu menghancurkan pesawat dalam posisi kritis, 
take off dan landing.
    Sementara itu, di kawasan Samalanga, Bireuen, sebanyak 1.300 
anggota Marinir yang tergabung dalam PPRC mendarat di kawasan pantai 
Desa Teupin Jalo. Pendaratan itu didukung dengan pendaratan tank 
amfibi.
    Pasukan itu berasal dari Batalyon Tim Pendarat-1 Marinir. 
Pendaratan tersebut pasukan didukung 23 tank BT-50 dan 15 tank amfibi 
PT-76 yang dilengkapi meriam kaliber 90 milimeter dan enam howitzer 
105 milimeter.
    Dalam waktu dekat, satu batalyon pasukan Lintas Udara 501 Kostrad 
yang kini berada di Medan akan didaratkan dengan payung di Aceh 
Tengah.
    Menurut Sjafrie, ini merupakan bagian dari operasi TNI yang akan 
memprioritaskan penyerangan simpul-simpul konsentrasi kekuatan GAM.
    Sejak kesepakatan penghentian permusuhan antara GAM dan 
pemerintah 9 Desember 2002, kata Sjafrie, GAM telah menambah 2.140 
anggota baru dan 516 pucuk senjata. Kini GAM diduga memiliki 5.000 
anggota dengan 2.000-an senjata.
    
TNI kini menyerang
    Brigjen Bambang Dharmono, Wakil Panglima Komando Operasi TNI di 
Lhok Seumawe, Senin dini hari menyatakan, setelah status Aceh jadi 
darurat militer, maka Komando Operasi TNI di Aceh juga akan mengubah 
pola operasinya.
    "Kalau selama ini kami hanya defensif, setelah darurat militer 
kami akan berubah menjadi menyerang. Apa pun kekuatan yang kami 
miliki, semua akan kami gelar. Penyerangan akan dilakukan di kantong-
kantong GAM," kata Bambang.
    TNI, lanjutnya, akan melakukan operasi militer yang terpadu di 
seluruh NAD-dengan mengutamakan kawasan basis GAM, seperti Kabupaten 
Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Aceh Barat, dan 
Aceh Selatan.
    Saat ini TNI punya sedikitnya 27.000 personel pasukan dari 
berbagai kesatuan untuk mendukung operasi penumpasan GAM. Selain itu, 
ada bantuan satu brigade PPRC dan satu batalyon pendarat marinir.
    Bambang juga menyebutkan pasukan lintas udara diterjunkan di 
Banda Aceh dan Takengon. Sementara itu, pasukan marinir mendarat di 
kawasan Samalanga, Bireuen.
    Menurut Bambang, selama lima bulan pelaksanaan kesepakatan 
penghentian permusuhan, TNI telah menganalisis kekuatan GAM, lokasi 
mereka, dan seberapa jumlah mereka sehingga memudahkan TNI melakukan 
operasi militer.
    Selama ini, katanya, TNI telah memiliki personel di dekat rakyat. 
Misalnya, bintara pembina desa di setiap desa, Koramil, dan 
Kodim. "Ini juga untuk memudahkan TNI memperkecil jatuhnya korban 
rakyat sipil. Sebab, jatuhnya korban rakyat sipil dapat menimbulkan 
resistensi rakyat terhadap perjuangan TNI," papar Bambang.
    Ia menambahkan, selama penerapan darurat militer, pemerintahan 
Aceh harus berjalan seperti biasa, di kabupaten maupun 
kecamatan. "Mereka harus menjalankan roda pemerintahan. Jika ada 
camat menolak masuk kantor, mereka kami ciduk," katanya.
    Camat tidak bisa beralasan bahwa daerah kerjanya tidak aman, 
karena selama ini kantor Koramil dan Polsek berada di sekitar kantor 
camat.
    
Banda Aceh normal
    Uniknya, suasana Kota Banda Aceh nyaris tidak menunjukkan 
perubahan berarti. Dari pemantauan sejak pagi hingga sore kemarin, 
aktivitas masyarakat terlihat normal. Seluruh angkutan umum 
beroperasi seperti biasa. Kesibukan di pasar-pasar juga tidak berubah.
    Bahkan, pada pagi hari kawasan Simpang Lima Banda Aceh sangat 
ramai dan nyaris macet. Petugas polisi sibuk mengatur lalu lintas. 
Warung-warung kopi pinggir jalan pun dipadati pengunjung.
    Padahal, Senin pekan lalu situasi Banda Aceh nyaris lumpuh akibat 
seruan GAM untuk mogok. Ketika itu pedagang memilih tutup dan 
angkutan kota tidak beroperasi. Masih belum jelas apakah situasi 
normal Banda Aceh menandakan masyarakat percaya dengan kekuatan TNI.
    "Kalau suasana darurat militer masih seperti hari ini, besok kami 
akan berjualan. Kalau sudah ada tembak-tembakan, kami memilih di 
rumah saja," ujar Abdullah, pedagang bahan pokok di Pasar Aceh.
    Meski kondisi Banda Aceh berjalan normal, tapi di sejumlah pasar 
yang dipantau sepanjang Senin banyak warga yang memborong barang-
barang kebutuhan pokok.
    Aktivitas kantor pemerintahan swasta, sekolah, kampus, berjalan 
normal. Yang agak sepi adalah suasana terminal bus antarprovinsi di 
Banda Aceh. "Bus yang berangkat ke Medan atau Jakarta memang ada, 
tapi sangat minim penumpang," kata seorang petugas.
    Suasana di Lhok Seumawe juga tampak normal. Aktivitas penduduk 
tak berubah. Toko, kios, pasar, perkantoran, dan bank tetap 
beroperasi seperti biasa.
    Sjafrie mengharapkan warga Aceh tetap beraktivitas seperti biasa. 
Penguasa darurat militer juga merasa belum perlu memberlakukan jam 
malam.
    
KKB bubar
    Seiring dengan penerapan status darurat militer di Aceh, 
pemerintah secara resmi membubarkan Komite Keamanan Bersama (KKB). 
Bahkan, Komando Operasi TNI telah mengamankan semua anggota Henry 
Dunant Centre (HDC), KKB internasional maupun KKB dari Indonesia.
    Dalam kaitan ini, polisi kembali menangkap lima petinggi GAM, 
yaitu Sofyan Ibrahim Tiba, Tengku Muhammad Usman Lampoh Awe, Tengku 
Kamaruzzaman, Amni bin Ahmad Marzuki, dan Nashiruddin bin Ahmad.
    Mereka telah beberapa kali ditangkap polisi, namun dibebaskan 
kembali. Terakhir mereka dibebaskan Sabtu lalu pukul 18.00. Direktur 
Reserse Polda NAD Komisaris Besar Surya dan Kepala Bidang Humas Ajun 
Komisaris Besar Sayed Hoesainy mengatakan, bukti-bukti keterlibatan 
makar dan tindak pidana terorisme kelima anggota GAM itu sudah 
lengkap.
    Bersamaan dengan dimulainya operasi militer TNI, sedikitnya 12 
sekolah di Kabupaten Bireuen ludes terbakar, Senin. Akibatnya, 
ratusan murid sekolah terancam tidak bisa mengikuti ujian kenaikan 
kelas yang sedang berlangsung. (B03/JOS/NJ/SAH)

Foto: 1
Kompas/danu kusworo

MULAI MENYISIR-Puluhan anggota Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan 
Darat (Kopassus), Senin (19/5) pagi, mulai menyisir kampung di 
sekitar Samalanga, Bireuen, Aceh. Setelah seluruh Aceh dinyatakan 
dalam tingkatan darurat militer, pasukan TNI melaksanakan operasi 
pemulihan keamanan di seluruh provinsi tersebut


Tabel:
Hari pertama Operasi Pemulihan Keamanan;

KOMPAS – Selasa, 20 May 2003 Halaman: 1 Penulis: b03; jos; nj; sah Ukuran: 8673 Foto: 1

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

korban pertama konflik…

         HANYA DALAM SITUASI AMAN, BARANG DAGANGAN KAMI LAKU

    SALAH satu tempat yang masih mampu beraktivitas dengan normal di 
Kabupaten Aceh Barat adalah pasar. Tempat bertemunya pembeli dan 
pedagang tersebut masih dipadati masyarakat yang ingin memenuhi 
kebutuhannya.
    Pasar Bina Usaha Meulaboh, Aceh Barat, Pasar Jeuram, Nagan Raya, 
Pasar Calang, Aceh Jaya, dan pasar-pasar kecamatan di sekitar tiga 
kabupaten itu tampak beraktivitas seperti biasa. Para pedagang masih 
membuka kedainya. Begitu pun pedagang sayur. Bahkan, warung kopi yang 
berada di sekitar pasar masih dipenuhi warga yang beristirahat 
setelah lelah berbelanja.        
    Namun, meskipun suasana pasar ramai, para pedagang mengeluhkan 
semakin rendahnya daya beli masyarakat. Menurut beberapa pedagang, 
omzet penjualan mereka telah turun sampai 70 persen.
    "Biasanya kami bisa menjual sedikitnya Rp 3 juta dalam sehari. 
Sekarang, bisa laku barang senilai Rp 1 juta saja sudah sangat 
lumayan," kata Is Zulkarnaen, pedagang kebutuhan pokok di Pasar 
Jeuram.
    Menurut dia, kondisi keamanan yang tidak menentu empat tahun ini 
turut mempengaruhi kegiatan di pasar. Sebab, sejak itu pula 
masyarakat relatif tidak memiliki daya beli seperti ketika keadaan 
masih aman dulu.
    Padahal, harga barang-yang umumnya dipasok dari Medan-yang dijual 
di pasar-pasar itu relatif stabil. Gula masih Rp 4.200 per kilogram, 
beras Rp 3.000 per kilogram, dan minyak goreng curah Rp 3.500 per 
kilogram.
    Hingga pekan lalu, pasokan barang pun belum mengalami kemacetan. 
Sebagian besar pedagang di Meulaboh, Calang, dan Jeuram menggunakan 
jasa angkutan barang milik pengusaha truk dari Jeuram, Nagan Raya. 
Karena itu, harga barang yang dijual di Pasar Jeuram, sekitar 40 
kilometer dari Ibu Kota Aceh Barat, Meulaboh, tidak berbeda dengan 
harga di Pasar Bina Usaha, Meulaboh.
    "Bahkan, terkadang kami bisa menjual barang serupa dengan harga 
yang lebih murah dari Meulaboh," kata Zulkarnaen sambil tersenyum 
bangga.
    
    MESKIPUN para pedagang tetap membuka usahanya, namun daya beli 
masyarakat yang rendah menyebabkan perputaran barang juga terus 
menurun. Menurut Azmi, pedagang di Pasar Bina Usaha, Meulaboh, 
sebelum konflik mengimbas ke Aceh Barat dia harus memesan barang ke 
Medan, dua kali seminggu.
    "Terlambat sehari saja memesan, bisa-bisa kedai saya kehabisan 
barang," kata Azmi. Dia telah berdagang bahan kebutuhan pokok di 
pasar itu sejak tahun 1994. "Dulu, saya bisa memperoleh pendapatan 
kotor Rp 5 juta sehari," kata dia sambil tertawa, meski sejak konflik 
di Aceh kembali memanas omzet usahanya "hanya" berkisar Rp 2 jutaûRp 
3 juta saja.
    Tetapi, tidak semua pedagang bernasib seperti Azmi dan 
Zulkarnaen. Pedagang yang bermodal kecil sangat merasakan kesulitan 
akibat konflik.
    "Dulu, tembakau sebanyak tiga kilogram ini bisa laku semua dalam 
seminggu. Sekarang, sebulan pun belum tentu habis," keluh Nyak Lah 
(50), pedagang tembakau dan beras di Pasar Los Jeuram.    
    Nyak Lah juga tidak memperoleh keuntungan yang lebih baik dari 
berdagang. Terkadang, dalam sehari dia mampu menjual lima karung 
beras ukuran 30 kilogram, dengan harga per karungnya Rp 65.000.
    "Tetapi, bisa saja dua hari setelah itu tidak ada yang laku 
sedikit pun," ucapnya getir.
    Dia tidak mengerti mengapa konflik terus terjadi. "Kami ini hanya 
ingin situasi kembali damai seperti dulu. Kami tidak ada urusan 
dengan pihak yang masih saja bertikai sekarang ini," kata Nyak Lah.
    Dia mengatakan, akibat konflik masyarakat menjadi sangat sensitif 
terhadap situasi sekitar. Trauma terhadap tekanan psikologis 
menyebabkan masyarakat terkadang bertindak berlebihan menghadapi isu 
yang belum tentu kebenarannya.
    "Misalnya saja, jika ada kabar burung yang mengatakan akan 
terjadi operasi TNI/Polri mengejar GAM, masyarakat akan berbelanja 
melebihi kebiasaan sehari-hari. Padahal, sebenarnya itu hanya isu 
belaka," kata dia.
    Nyak Lah, Zulkarnaen, Azmi, dan para pedagang lain mengharapkan 
situasi keamanan di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) cepat 
pulih. "Hanya dalam situasi yang aman kami dapat beraktivitas dengan 
normal," kata Zulkarnaen. (b03)

KOMPAS – Senin, 12 May 2003 Halaman: 7 Penulis: b03 Ukuran: 4239

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

Masih ada rezeki melihat matahari ;)

TERJEBAK DI BAWAH DESINGAN PELURU

    SANGAT beralasan ketika warga delapan desa di Peudada dan Jeumpa 
sebelah barat Bireuen terpaksa mengungsi karena takut terhadap baku 
tembak yang kerap terjadi di kawasan desa mereka.
    Bukan cuma suara letusan peluru dan dentuman granat dari granate 
launching machine (GLM) yang terdengar. Lebih dari itu, peluru-peluru 
yang tak bermata kerap nyasar mengoyak tubuh warga.
    Ibrahim Ismail, warga Desa Bukit Paya, tewas terempas peluru 
nyasar. Malam itu, saat terjadi baku tembak antara pasukan TNI dan 
GAM, Ibrahim yang tengah berada di dalam rumah hendak menyelamatkan 
diri. Sayang, ketika ia membuka pintu, sebuah peluru entah milik 
siapa menerjang tubuhnya.
    Beberapa wartawan media nasional dan internasional sempat 
merasakan ketegangan itu, ketika terjebak dalam baku tembak antara 
pasukan TNI dengan GAM di sebuah kawasan di barat Bireuen. Saat itu, 
para wartawan sedang mengambil gambar dan melihat suasana Desa Abeuk 
Usong, yang seluruh penduduknya mengungsi ke Desa Blang Bladeh. 
Rencananya, setelah melihat situasi di desa, wartawan mencoba melihat 
ke desa lain yang berdekatan dengan Abeuk Usong.
    Kebetulan beberapa warga bersedia menemani wartawan. Saat mereka 
tengah mengambil gambar, tiba-tiba terdengar suara letusan senjata, 
disusul rentetan tembakan dari senapan mesin otomatis.Baku tembak 
terjadi karena beberapa anggota GAM kebetulan berpapasan dengan 
pasukan TNI dari Batalyon 144 Jaya Yudha.
    Para pendamping segera meminta wartawan berjalan di tepi jalan, 
agar tidak terkena peluru. Ketika tembakan makin gencar, mereka 
berusaha menyelamatkan diri dengan merunduk di kios-kios yang 
berdinding beton. Sesekali terdengar dentuman dan disusul rentetan 
tembakan. Letusan-letusan nyaring kerap terdengar, membuat nyali 
makin menciut. Tak jarang suara desing peluru terdengar dekat dengan 
tempat berlindung.
    Warga yang mendampingi para wartawan mengingatkan agar tidak 
khawatir. "Jangan takut Bang, pasukan di depan masih dapat menahan. 
Kalau mereka mundur, baru kita ikut mundur," ujar seorang warga.
    "Masalahnya, kalau tiba-tiba ada granat jatuh di sini gimana?" 
ungkap seorang rekan wartawan yang disambut tawa getir wartawan yang 
lain.
    Toh beberapa wartawan foto dan kamerawan televisi berusaha 
mendekati lokasi baku tembak untuk memperoleh suasananya. Rasa cemas 
pun semakin berkecamuk karena mereka menjadi terbagi dua. Sebagian 
mendekati lokasi baku tembak, sedangkan sebagian lain berlindung di 
tempat semula.
                              ***
    UNTUK mengurangi ketegangan, beberapa wartawan mencoba merokok. 
Namun, setiap isapan dan embusan asap rokok tidak juga membuat 
perasaan menjadi lebih ringan. Sebaliknya, rasa rokok yang biasanya 
terasa nikmat, kali ini sungguh terasa hambar.
    Sebaliknya, warga desa dan beberapa anggota GAM yang mengambil 
tempat berlindung di dekat para wartawan tampak santai saja.Para 
wartawan semakin gelisah ketika desing peluru seolah mengarah ke 
tempat mereka berlindung. Seorang anggota GAM tertawa melihat cara 
wartawan duduk dan mengisap rokok. Mereka mencoba mengajak berbincang-
bincang untuk mengurangi ketegangan.
    Tidak banyak membantu. Sebab, bunyi senapan dan desing peluru 
makin gencar dan menteror. Toh pemuda anggota GAM itu tetap tenang.
    "Kami sudah biasa seperti ini, yang penting, kalau lagi ada baku 
tembak, kita jangan pernah berjalan di tengah jalan. Lebih baik di 
tepi jalan saja. Karena, TNI meletakkan senapan mesin mininya sekitar 
50 meter dari sini dan mengarahkan ke jalan. Kalau siang memang tidak 
terlihat. Tetapi, kalau malam, kita bisa melihat peluru yang 
beterbangan tampak berapi, searah dengan jalan ini," kata seorang 
anggota GAM sambil tersenyum.
    Pertempuran sudah sepuluh menit, tapi belum ada tanda-tanda akan 
berhenti. Setiap detik terasa lambat, ketika ingat bahwa biasanya 
baku tembak antara TNI dengan GAM berlangsung minimal 15 menit. 
Bahkan, menginjak menit ke-18, pertempuran makin sengit. Nyaris 
selama lima menit suara tembakan tidak berhenti. Tak ada berita apa 
pun dari garis depan. Radio yang ada dipinggang seorang anggota GAM, 
juga tidak bersuara.
    Tiba-tiba suara dentuman keras terdengar tak jauh dari tempat 
para wartawan berlindung. "Itu tadi GLM," papar anggota GAM 
menjelaskan suara granat lontar dari pasukan TNI.
    Tiba-tiba terdengar suara dari radio panggil yang dipegang 
anggota GAM. Ternyata, pesan yang disampaikan dalam bahasa Aceh itu 
meminta agar logistik segera mengantar amunisi ke medan pertempuran.
    Pemuda kurus yang mengenakan topi rimba warna hitam segera 
bersiap memanggul karung beras, yang ternyata berisi berbagai macam 
peluru.
    Pemuda itu segera lari ke tengah sawah lalu merangkak mendekati 
lokasi baku tembak terjadi. Saat itu, baku tembak agak mereda 
sehingga para wartawan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
    Para wartawan memutuskan mundur dan berlindung di sebuah rumah 
yang berjarak sepuluh meter dari tempat semula. Rombongan kemudian 
berjalan cepat di tepi jalan menuju ke rumah yang pemiliknya telah 
mengungsi sejak pagi hari.
    Di tempat itu, sudah menanti beberapa rekan wartawan lain yang 
sempat terpencar dan terjebak di sana. Perasaan waswas berkurang 
karena rumah itu terletak lebih kurang satu kilometer dari medan 
tempur.
    Tak berapa lama, suara tembakan mulai berkurang dan berangsur-
angsur lenyap. Meskipun demikian hal itu tak menuntaskan rasa waswas 
yang masih mengganjal. Dari kejauhan mulai tampak rekan-rakan 
wartawan yang tadi mencoba mengambil gambar. Syukur, tak ada korban.
    Setelah semua berkumpul kembali rombongan para wartawan itu 
segera mempersiapkan diri untuk meninggalkan kawasan tersebut. 
Rencana untuk melihat kampung-kampung pengungsi yang lain terpaksa 
diurungkan. (JOS/B03)

KOMPAS – Jumat, 09 May 2003 Halaman: 8 Penulis: jos;b03 Ukuran: 5927

Oleh: hamzirwan | Mei 13, 2008

Harap-harap Cemas

         PERJALANAN YANG MENGASYIKKAN, SEKALIGUS MENEGANGKAN

    SUDAH dua hari berturut ûturut hujan melanda Meulaboh, ibu kota 
Kabupaten Aceh Barat. Salah satu kota utama di pantai barat Provinsi 
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu seolah tidak terpengaruh konflik 
yang terjadi.
    Jam sudah menunjukkan angka delapan, namun minibus L300 milik 
Travel Buraq yang telah dipesan belum juga datang sesuai jadwal. Baru 
45 menit kemudian kendaraan yang ditunggu datang ke penginapan. Maka 
perjalanan dari Meulaboh ke Banda Aceh pun terlaksana.
    Sebelum berangkat, sopir mengisi bahan bakar di pompa bensin 
Jalan Iskandar Muda di pusat Kota Meulaboh. Tepat pukul 09.00, mobil 
yang mengangkut tujuh penumpang-selain sopir dan kernet-itu pun 
bergerak meninggalkan Meulaboh.    
    Perjalanan Meulaboh-Banda Aceh (sekitar 248 kilometer) ditempuh 
selama lima jam. Sepi. Hanya deru mobil yang ditumpangi menemani 
sepanjang perjalanan karena jalan negara MeulabohûBanda Aceh nyaris 
seperti tidak pernah dilalui kendaraan lain.
                              *** 

    SEPANJANG perjalanan, kami hanya berpapasan dengan travel dari 
arah Banda Aceh. Tak tampak kendaraan pribadi di satu-satunya jalan 
utama penghubung kota-kota di pantai barat itu.
    Sejak dari Meulaboh, hanya belasan kendaraan yang searah menuju 
Banda Aceh. Dua di antaranya adalah truk penyalur air mineral, satu 
truk tangki minyak tanah, dan satu mobil pribadi yang berisi dua 
penumpang. Selain itu, hanya ada travel beriringan menuju Banda Aceh.
    "Memang seperti inilah keadaan di jalan. Seolah tidak ada lagi 
yang mau melintasi jalan ini," kata Hasbi, sopir travel yang membawa 
kami.
    Meskipun sepanjang jalan sepi kendaraan, aktivitas masyarakat 
setempat tetap berjalan. Pasar-pasar kecamatan di sepanjang jalan 
tetap aktif walau sepi pembeli. Untunglah pemandangan alamnya sangat 
mempesona. Sejak meninggalkan Meulaboh, pengguna jalan akan menikmati 
pemandangan pantai dengan nyiur melambai.
    Namun, sejak konflik melanda Aceh Barat sekitar empat tahun lalu, 
seluruh potensi itu tak lagi terjamah. Warga Meulaboh hanya berani 
menikmati keindahan alam paling jauh delapan kilometer dari kotanya.
    Selama perjalanan, semak belukar yang menutupi kedua sisi jalan 
hanya menambah ketegangan. Kata Hasbi, di sepanjang jalan menuju 
Banda Aceh tidak saja rawan aksi penghadangan oleh Gerakan Aceh 
Merdeka (GAM), sopir juga harus waspada dengan babi hutan yang tiba-
tiba menyeberang jalan.
                              ***
    
    WAJAR kalau masyarakat begitu takut terhadap aksi penghadangan 
GAM. Meski sesama "pribumi" Aceh, dalam situasi sekarang rasa satu 
kampung ternyata jauh dari pertimbangan. Pos TNI/Polri 20 buah di 
sepanjang jalan negara itu pun nyaris tidak dapat lagi jadi garansi 
keamanan. Sampai kini GAM tetap saja menghadang kendaraan yang 
melintas.
    Tidak ada yang dapat menebak kapan dan di mana mereka akan 
melakukan razia (sweeping). Yang pasti, para pengguna jalan Meulabohû
Banda Aceh hanya bisa berdoa agar mereka tidak terkena. Untuk 
menghindari itu pula, sepanjang Meulaboh sampai Kecamatan Teunom, 
Aceh Jaya, sopir akan memacu kendaraan sampai kecepatan maksimal.
    Pemandangan gedung sekolah, kantor camat, dan bangunan yang rusak 
akibat konflik yang meningkat sejak 1999, mewarnai sepanjang jalan 
hingga Aceh Jaya dan Aceh Besar.
    Daerah yang rawan penghadangan GAM adalah Kecamatan Teunom dan 
Kecamatan Lamno. Mereka umumnya memilih lokasi yang jauh dari 
perumahan penduduk, sekitar persawahan dan kebun rakyat yang tidak 
terawat.
    Sebaliknya, aparat TNI/Polri kini tak lagi memeriksa penumpang 
kendaraan umum. Mereka hanya berada di dalam pos masing-masing atau 
berjalan-jalan di sekitar pos. Mereka hanya menghentikan dan 
memeriksa kendaraan pribadi yang melintas.
    Tetapi, suasana sepi di perjalanan akan berakhir ketika mobil 
yang ditumpangi memasuki Kecamatan Lhok Nga, Aceh Besar. Selain 
merupakan salah satu kawasan tujuan wisata warga Kota Banda Aceh, di 
sana juga berdiri PT Semen Andalas Indonesia.
    Begitu memasuki Kecamatan Peukan Bada, yang merupakan perbatasan 
Aceh Besar dan Banda Aceh, penumpang bisa bernapas lega. Berarti 
mereka telah sampai dengan selamat.
    Dari Banda Aceh, Kompas terus melanjutkan perjalanan menuju Lhok 
Seumawe, yang berjarak 230 kilometer ke arah timur. Kali ini, suasana 
di sepanjang jalan negara terlihat lebih ramai dibandingkan 
perjalanan dari Meulaboh ke Banda Aceh.
    Kendaraan pribadi pun jauh lebih banyak melintas. Suasana sepi 
baru terasa ketika memasuki Kota Jeunib, Bireuen. Suasana hiruk pikuk 
kembali terasa begitu memasuki Kota Bireuen.
    Setelah itu, perjalanan akan berakhir setelah memasuki Kota Lhok 
Seumawe. Setidaknya, perjalanan selama sepuluh jam sejak dari 
Meulaboh di Aceh Barat sampai Lhok Seumawe sangat mengasyikkan, 
meskipun penuh dengan ketegangan. (B03)

KOMPAS – Kamis, 08 May 2003 Halaman: 8 Penulis: b03 Ukuran: 4985


					

Older Posts »

Kategori